Senin, 15 Juni 2015

Jurnal Ekonomi


SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: Sugiharsono
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

Abstrak
Sampai saat ini, belum jelas sistem ekonomi apa yang dianut oleh bangsa Indonesia. Apapun sistem ekonomi Indonesia yang dianut, yang jelas sampai saat ini perekonomian Indonesia makin tertinggal dibanding negara-negara ASEAN yang lain yang dulu justru di bawah Indonesia. Semenjak negara Indonesia merdeka, sebenarnya Bung Hatta telah mencanangkan sistem ekonomi koperasi bagi bangsa Indonesia yang telah dituangkan dalam UUD 1945, khususnya pasal 33. Namun dalam kenyataannya, pemerintah (bangsa) Indonesia tidak pernah konsekuen dengan pasal 33 tersebut dalam menjalankan roda perekonomian nasional. Apabila sistem ekonomi koperasi dikaji secara mendasar, sebenarnya koperasi memiliki karakteristik yang amat sesuai dengan situasi dan budaya bangsa Indonesia. Persoalannya apakah pemerintah dan bangsa Indonesia sanggup mengaplikasikan sistem ekonomi koperasi ini secara konsekuen dan berlanjut.
Kata Kunci: Sistem Ekonomi Koperasi, Perekonomian Indonesia

Abstract
Until now, it is unclear what the economic system adopted by the Indonesian nation. Whatever the Indonesian economic system adopted, which is obviously far behind compared to the Indonesian economy growing ASEAN countries other formerly under Indonesian precisely. Since the state of Indonesia's independence, actually Bung Hatta has launched a cooperative economic system for Indonesia that has been poured in the 1945 Constitution, especially article 33. But in reality, the government (nation) Indonesia was never consistent with article 33 is in running the national economy. If the economic system is fundamentally cooperative studied, actually very cooperative has characteristics appropriate to the situation and culture of Indonesia. The issue is whether the government and people of Indonesia can apply cooperative economic system is consistently and continuously.
Keywords: Cooperative Economic System, the Indonesian Economy

Pendahuluan
         Banyak orang tidak ingin lagi membicarakan perihal koperasi, apalagi mengangkatnya dalam mengatasi masalah perekonomian. Masyarakat hampir melupakan koperasi yang diangkat oleh salah seorang proklamator Indonesia, yaitu Bapak Mohammad Hatta (Bung Hatta). Semenjak koperasi diangkat oleh Bung Hatta, bahkan dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 33, sampai era reformasi, koperasi tidak pernah digarap secara sungguh-sungguh oleh pemerintah, maupun masyarakat atau bangsa Indonesia. 
        Ketika kita bicara tentang ekonomi kerakyatan, kita tidak mungkin melupakan keberadaan koperasi. Koperasi harus tetap diperhitungkan. Mengapa demikian? Karena sampai saat ini, koperasi merupakan satu-satunya bentuk badan usaha yang bisa menampung kegiatan ekonomi rakyat kecil (Edy Swasono, 2002). Rakyat kecil yang cenderung miskin tidak mungkin tertampung dalam badan usaha, seperti Firma, CV, apalagi PT. Selanjutnya, marilah kita bicara tentang koperasi sebagai suatu sistem ekonomi.

Permasalahan 
        Pada hakikatnya, masalah ekonomi bersumber dari adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dan alat pemuas kebutuhan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan alat pemuas kebutuhan, dan pada akhirnya menyebabkan munculnya masalah ekonomi. Masalah ini kemudian dikenal dengan masalah pokok ekonomi. Kita juga mengenal tiga masalah dasar ekonomi yang dihadapi oleh setiap bangsa. Ketiga masalah dasar itu adalah ”What” (Komoditi/ alat pemuas apa yang harus dihasilkan?), ”How” (Bagaimana komoditi/ alat pemuas harus dihasilkan?), serta ”For Whom” (Untuk siapa komoditi/ alat pemuas dihasilkan?) (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 8). Selain masalah pokok dan masalah dasar tersebut, kita juga mengenal masalah umum ekonomi yang dihadapi oleh hampir setiap negara. Masalah umum ekonomi itu meliputi masalah pengangguran, rendahnya produktivitas tenaga kerja, inflasi, ketidakmerataan hasil pembangunan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketergantungan terhadap pihak luar negeri (untuk negara-negara berkembang, termasuk Indonesia).
  • Kemiskinan
Data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 15,42. Angka ini memang lebih rendah dibanding dengan angka kemiskinan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin ini merupakan masalah yang cukup berat bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT) yang semakin besar, sementara kemampuan keuangan pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.
  • Ketidakmerataan Pendapatan Masyarakat
Data tahun 2004 yang pada tahun 2008/ 2009 mungkin juga tidak mengalami perubahan secara signifikan, menunjukkan bahwa 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan rendah menikmati hasil pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 20,8%, 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan menengah menikmati hasil pembangunan sebesar 37,1%, dan 20% penduduk Indonesia yang berpendapatan tinggi menikmati hasil pembangunan sebesar 42,1% (Kuncoro, M., 2006: 140).  Hal ini berarti bahwa hasil pembangunan ekonomi dalam bentuk pendapatan nasional masih lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan menengah ke atas.
  • Pengangguran
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka pada tahun 2009 dibanding dengan tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%. Jumlah penganggur ini merupakan masalah yang berat bagi pemerintah Indonesia, karena kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja pada tahun 2009 masih jauh dari jumlah tersebut.
  • Inflasi yang Relatif Masih Cukup Tinggi
Data Moneter Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada bulan Januari 2009 adalah 9,17%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat inflasi pada bulan Desember 2008, yaitu 11,06%. Namun demikian, tingkat inflasi itu masih harus ditekan lebih rendah lagi agar daya beli masyarakat bisa meningkat sehingga kesejahteraannya juga meningkat.
  • Ketergantungan terhadap Luar Negeri Cukup Tinggi
Dalam aspek produksi tertentu, pemerintah Indonesia masih bergantung pada luar negeri, misalnya dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa Indonesia dari pengelolaan SDA tersebut menjadi tidak optimal. Hutang luar negeri pun semakin meningkat (tahun 2009 mencapai Rp1.667 Triliun). Akibatnya, lebih dari 30% APBN digunakan untuk membayar angsuran hutang luar negeri. Jumlah angsuran sebesar itu tentu akan mengganggu pelaksanaan pembangunan nasional, yang pada akhirnya akan mengurangi kesejahteraan rakyat.

Pembahasan
Sekarang kita mengaitkan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dengan permasalahan perekonomian Indonesia, seperti yang telah dipaparkan di muka.
  • Koperasi dan Kemiskinan
Koperasi akan menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke bawah (miskin). Mereka ini pada umumnya tidak mungkin tertampung pada badan usaha lain, seperti Firma, CV, maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Oleh karena itu, koperasi harus benar-benar dikelola secara profesional agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang kondusif.
  • Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan
Apabila manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan profesional, maka rakyat yang menjadi anggota koperasi akan meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan koperasi. Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan kemampuan ekonomi (pendapatan/ daya beli) dan peningkatan kemampuan non ekonomi (misalnya pendidikan dan sosial). Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya. Dengan demikian, kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar. Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan semakin diperkecil.
  • Koperasi dan Pengangguran
Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh Indonesia dan benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya, tentu koperasi akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi, niscaya kegiatan ekonomi anggota tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja tersendiri. Dengan demikian, melalui koperasi yang dikelola secara benar dan profesional diharapkan akan diikuti dengan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran.
  • Koperasi dan Inflasi
Pada umumnya, inflasi terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi. Permintaan komoditi terus meningkat, sedangkan penawarannya tetap atau malah berkurang. Permintaan komoditi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sementara itu, penawaran komoditi dipengaruhi oleh produksi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam keadaan inflasi, penawaran komoditi harus terus ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk meningkatkan penawaran komoditi diperlukan perluasan produksi. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya pun sangat banyak. Apabila koperasi dikelola secara benar dan profesional dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi (keadilan, kemandirian, pendidikan, dan kerja sama), maka tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi.
  • Koperasi dan Ketergantungan terhadap Luar Negeri
Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut hutang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurangmampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri. Oleh karena itu, terhadap permasalahan ini koperasi cenderung tidak mungkin diikutsertakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Namun, terhadap keempat permasalahan perekonomian nasional, seperti dipaparkan di atas, koperasi masih bisa diharapkan untuk berperan-serta mengatasinya.

Kesimpulan
Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi memiliki karakteristik sosialis dan liberalis, di mana karakter sosialis cenderung lebih dominan. Karakter koperasi ini tampaknya tidak berbeda dengan karakter budaya bangsa Indonesia, karena koperasi pada dasarnya memang merupakan kristalisasi dari budaya sosial-ekonomi bangsa Indonesia. Dengan karakternya tersebut, koperasi memiliki keunggulan untuk menjadi solusi permasalahan perekonomian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, apabila sistem ekonomi koperasi diterapkan secara konsekuen dan berkelanjutan, maka permasalahan ekonomi yang sampai saat ini masih membelenggu bangsa Indonesia, secara perlahan-lahan akan dapat teratasi.  Kekuatan ekonomi yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan ekonomi bangsa Indonesia dapat terwujudkan.

Daftar Pustaka
Dawam Raharjo, 1997, Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21, Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press.
Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan), Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media Global Edukasi.
Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS.
Undang-Undang RI No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.


***


0 komentar:

Posting Komentar